Melihat foto-foto Pabrik Gula di
jaman Belanda masih menguasai bumi pertiwi ini beserta cerita bahwa dulunya,
Indonesia adalah negara penghasil gula terbesar no 2 di dunia setelah Kuba,
cukup membuat saya terhenyak. Ya, betapa kaya negri ini, sebetulnya. Tapi,
lihatlah kondisi saat ini, maksud saya, apa kabar industri gula di Indonesia
belakangan ini? Mengapa di negara yang gemah ripah loh jinawi ini kita masih
harus mengimpor gula? Mengapa banyak Pabrik Gula yg dulu sangat berjaya, bahkan
mampu menjadi punggung ekonomi saat Belanda terkena krisis ekonomi, satu demi
satu tutup, tak beroperasi lagi. Akhir tahun ini kita mendengar berita, bahwa Indonesia tidak
saja mengimpor gula tetapi juga beras, garam, bawang merah, teh dan masih
banyak lagi! Neraca perdagangan Indonesia
bahkan sampai mengalami defisit setelah 50 tahun terakhir yaitu pada tahun 1961
silam.
Gula merupakan salah satu
kebutuhan pokok masyarakat. Dalam perekonomian Indonesia, gula merupakan salah
satu komoditas strategis. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu
sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dan jumlah tenaga kerja yang
terlibat mencapai sekitar 1,5 juta orang (data kementrian Pertanian, Dirjen
Perkebunan, 2002). Pasar gula merupakan captive market, di mana pasar sudah
pasti dan konsumsi gula selalu mengalami kenaikan demand (permintaan). Data
dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia produksi gula rata-rata
2,26 juta ton per tahun. Sementara konsumsi sekitar 5,10 juta ton per
tahun.sehingga ketergantungan terhadap
gula impor masih cukup besar yakni lebih dari 2,5 juta ton per tahun. Dan ini adalah salah satu indikator masalah
industry gula di Indonesia
dimana kecenderungan volume impor terus mengalami peningkatan.
Sebetulnya
pemerintah telah mencanangkan swasembada gula 2014, tapi nampaknya masih
dibutuhkan kerja keras dan upaya serius dari pemerintah, salah satunya adalah
kebijakan yang melindungi petani tebu di dalam negeri. Sangat dinantikan action nyata dari pemerintah, political will dengan membuat kebijakan
yang melindungi petani tebu dan tidak cenderung mengambil jalan instan, yaitu:
mengimpor gula. Harga gula impor yang murah menyebabkan petani kemudian malas
untuk membudidaya tebu yang berimbas pada kurangnya pasokan tebu sehingga
pabrik tidak mampu memproduksi gula. Ini menjadi semacam lingkaran setan.
Masalah berputar di sini.
Ada
2 poin penting perbaikan pengelolaan industri gula, yaitu factor on farm dan factor off
farm. Berdasarkan data Asosiasi Gula Indonesia,
jumlah pabrik gula berbasis tebu lokal di Indonesia saat ini mencapai 62
pabrik. Dengan komposisi pabrik gula milik badan usaha milik negara berjumlah
50 unit dan 12 pabrik milik swasta. Sebagian besar diantaranya merupakan warisan
colonial yang telah berumur 67-176 tahun.
Ada 6 PTPN yang berperan dalam industri gula di Indonesia, PTPN II, PTPN
VII, PTPN XIV, PTPN IX, PTPN X, dan PTPN XI. PTPN X sebagai BUMN gula yang semakin menunjukkan
kinerja positif, tentu peran sertanya akan signifikan dalam upaya memenuhi kebutuhan gula nasional. Pada tahun
ini PTPN X mencatat keuntungan luar biasa
Rp 417,1 miliar pada 2012 (meningkat sekitar 200 persen dari Rp 210,8
miliar pada 2011), dari tiga bisnis utama PTPN X yaitu: produk turunan tebu
seperti gula dan tetes; bisnis tembakau; dan rumah sakit. Produk turunan tebu seperti gula dan tetes
mendominasi struktur pendapatan sekitar 90 persen. Kinerja positif dari PTPN X,
khusususnya dalam bisnis gula karena adanya strategi yang terintegrasi dari
hulu ke hilir dan adanya upaya serta inovasi berkelanjutan dalam menciptkan
pertumbuhan bisnis.
PTPN X telah melakukan perbaikan off farm
rehabilitasi dan revitalisasi yang bertujuan meningkatkan kapasitas giling dan
mutu gula yang dihasilkan, saran dari kami, perbaikan off farm yang bisa
dilakukan adalah melakukan merger, beberapa pabrik yang dinilai kurang optimal
dalam berproduksi sebaiknya ditutup dan dialihkan ke salah satu pabrik dengan
mesin-mesin yang digunakan adalah mesin-mesin baru dengan teknologi yang lebih
maju sehingga diharapkan kapasitas dan kualitas
hasil produksi (off farm) meningkat.
Pada saat sekarang, tantangan yang sangat mendesak dan butuh peran serta PTPN X
adalah dibidang on farm.
Mengapa? Kalau pendapatan petani tebu
tidak prospektif memberikan keuntungan yang memadai, akibatnya petani akan
mengalih fungsikan lahan/kebunnya dengan komoditas lain, bahkan menjualnya, dan
berubah menjadi toko, warung, perumahan dst.
Akibatnya, areal tanaman tebu menyempit, bahan baku berkurang, dan semakin berkurang. Pabrik
Gula tanpa bahan baku
mau jadi apa? Ada metoda terobosan dalam
bidang on farm, yang telah dikembangkan sejak 1980, oleh Indian Institute of Sugarcane Research, Lucknow, yaitu penanaman
tebu dengan metoda “ring pit planting”.
Metoda ini selain meningkatkan produktivitas tebu, juga meningkatkan
efektivitas pemakaian pupuk dan air, dan ramah lingkungan.
Upaya
peningkatan budidaya tebu ini, perlu dicoba oleh PTPN X, karena bisa melipatgandakan hasil tebu yang dipanen.
Untuk 1 ha bila dengan cara konvensional di PTPN X diperoleh hasil sekitar 80
s/d 90 ton tebu, maka dengan luas yg sama, 1 ha, dengan ring pit planting ini,
seperti yang telah dilakukan di Distrik Dharmapuri, Tamil Nadu, India, akan
dapat dihasilkan sekitar 300 ton tebu. Metode ini telah dilakukan di India.
Memang belum seluruh India.
Tetapi apa salahnya dicoba di Indonesia?
Dipelopori PTPN X diwilayah kerjanya. Apabila metode ini berhasil diterapkan di PTPN X , apalagi di seluruh Indonesia,
maka tidak hanya swasembada gula 2014 dapat tercapai, tetapi juga dapat mengekspor. Maka saat itu Indonesia
menjadi Negara pengekspor gula, yang memberikan kontribusi dalam memenuhi
konsumsi gula global yang meningkat sekitar 2% setiap tahunnya. Dengan luas
area lahan tebu PTPN X 72.000 hektar
maka akan dapat dihasilkan 21,60 juta ton tebu. Jika randemen tebunya 8%,
diperoleh gula 1,728 juta ton! Tentu, paling tidak 300% dari yang dicapai
sebelumnya. Untuk tambahan perolehan lain: tetes, sisa ampas? Hmm, petani pasti
sangat senang, PTPN amat senang. Cerita konversi lahan tebu jadi ruko, jadi perumahan,
yang menyebabkan lahan menyempit dan jumlah tebu makin berkurang, cukup sampai
disini!.Ketersediaan bahan baku tebu untuk Pabrik Gula akan “Lestari
berkesinambungan”. Luar biasa! Tidak hanya “fantastic”
tetapi “fandamntastic”! Apakah PTPN X dapat mewujudkan terobosan “on farm” dengan “ring pit planting”? Kenapa tidak? Mulai dengan PTPN X mempelajari
apa yang dilakukan di India.
Kemudian mengajari para petani kita dengan bersungguh-sungguh, dengan kerjasama
yang saling menguntungkan, maka tantangan-terjawab dan peran serta-bukan slogan
kosong- untuk mewujudkan swasembada gula khususnya, dapat dipelopori oleh PTPN X.
Ayo PTPN X jawab tantangan ini! Ayo Indonesia, kita wujudkan swasembada gula!
“Say what we do, do what we say, and…Prove it”!